Saya meyakini, cara mendidik anak pertama kali harus dimulai dari diri sendiri dan dimulai sejak bujangan. Jika ingin anak yang shalih hendaknya kita berbuat shalih kepada kedua orangtua kita. Ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW, berbaktilah pada kedua orang tuamu, niscaya anak-anakmu akan bakti padamu. Kedua, tepat dalam memilih jodoh. Jika ingin anak yang shalih, pilihlah ladang yang subur, yang shalihah. Sebab, merujuk bahasa Al Quran kita inilah petaninya. Makanya, prioritas utama saya dalam memilih jodoh adalah keshalihan, baru yang lain. Alhamdulillah Allah berikan itu. Sehingga saya merasakan kebahagiaan tak ada hentinya. Anak satu bahagia, anak dua lebih bahagia, anak tiga apalagi.
Ini semua menjadi penting karena anak akan mencontoh orang tuanya. Mereka menjadi baik, lewat proses panjang, melalui contoh-contoh yang diajarkan orang tuanya plus doa. Apalagi dalam berdoa kita kan tidak hanya ingin anak kita yang shalih, tetapi juga keturunan kita. Makanya, kalau misalnya kita sekarang jadi anak yang shalih, kemungkinan itu doa kakek dan nenek kita. Keshalihan kita itu karena keshalihan orang tua kita.
Dalam mendidik anak selanjutnya, saya tak serta merta memberi kebebasan karena menurut saya kebebasan itu relatif. Makanya, saya lebih suka menyebutnya kemerdekaan. Merdeka berpikir, mengekspresikan perasaan dan kreativitasnya. Bukan kebebasan. Contohnya saja, mereka silakan saja bermain, berlari-lari, tetapi begitu azan, waktu sholat tiba, semua aktivitas harus berhenti. Awalnya saja anak-anak seperti susah diatur. Walaupun menangis lama-lama dia akan ngerti.
Bagi saya keluarga itu yang pertama, tapi umat yang utama. Itu sebabnya, setiap Jum'at saya punya jadwal kosong untuk keluarga. Mengapa? Karena menurut saya jika kita sayang dengan umat, kita juga harus menyayangi keluarga. Keluarga yang baik, akan menjadi contoh buat umat. Jangan dengan dalih kesibukan, keluarga terbengkalai.
Saya suka bercanda dengan anak, seperti bermain tinju-tinjuan atau bercanda sampai ramai. Saya juga kadang tidur bersama anak-anak sambil memegang mereka. Saya yakin dengan memperbanyak sentuhan fisik ke anak akan membawa sentuhan batin. Saya biasakan pula mencium anak, sehingga hati anak akan lembut. Tak heran, kalau hendak berangkat sekolah anak-anak mencari saya, minta dicium dulu.
Anak saya suatuketika suka dengan Michael Jackson. Silakan, putar saja kasetnya, tetapi dengan kontrol dari kita. Saya katakan, "Tuh Nak lihat orang itu, nggak tahu sopan, buka aurat, nakal dia, ih malu,"
Akhirnya setiap ketemu tetangga yang kelihatan buka aurat dia pasti bilang, 'ih malu'. Alhamdulillah, sekarang anak saya lebih suka nasyid Raihan, Hadad Alwi dan Majlis Dzikir.
Saya juga dominan mengajarkan anak soal maaf-memaafkan. Kalau saya salah saya akan bilang, "Maafkan abi ya, Nak". Kini kalau Ammar (Anak kedua Arifin,red) bersalah pada Abangnya, dia segera minta maaf. Kalau si Bang Avinnya belum mau menegur, Ammar akan sedih. Begitu Avin tersenyum, baru dia gembira.
Sifat yang melekat pada anak saya itu penyayang, akrab dan dekat dengan semua orang. Kecerdasan sosial itu sangat melekat pada diri mereka. Saya memang mengajarkan mereka untuk tidak jadi orang yang minder. Tidak lupa juga, setiap hendak tidur atau aktivitas apapun saya menuntun mereka agar berdzikir dan berdoa.
Jadi saya yakin, yang terpenting adalah berikan teladan, bukan bentakan, pada anak hingga anak akan lebih mengerti. Suasana di rumah saya alhamdulillah membuat saya merasa dunia ini seperti Syurga. Syurga itu tidak perlu jauh-jauh ternyata, sudah ada juga di sini, di rumah, pada istri dan anak-anak.
Contributed by: Majelis Dzikir Adz-Zikra
No comments:
Post a Comment