Perlukah Ijab dan Kabul Ketika Berzakat? - RUMAH QURAN Network

26 September 2015

Perlukah Ijab dan Kabul Ketika Berzakat?

Dalam pelaksanaan ibadah zakat, apakah lafaz ijab dan kabul yang diucapkan pemberi zakat serta amil ketika berjabat tangan itu termasuk dalam rukun/syarat yang mempengaruhi sah atau tidaknya pembayaran tersebut? Dalam masalah ini, maka sebaiknya kita melihat terlebih dahulu syarat-syarat sah menunaikan zakat
Dr. Wahbah Zuhaily telah memberikan dua syarat sah dalam menunaikan zakat, yaitu: 
  1. Niat 
  2. Pertukaran Hak Milik



[Fikh Al-Islami 2/750] Atau dapat diartikan:
Niat: Ulama bersepakat mengatakan bahwa niat adalah syarat menunaikan zakat, kerana Nabi SAW bersabda bahwa, "Setiap amalan itu adalah berdasarkan kepada niat". Sehingga amalan seseorang akan tunai dengan adanya niat. Sesungguhnya zakat ibadat yang serupa dengan ibadat-ibadat yang lain seperti sholat, dimana ia memerlukan niat baik dalam ibadat fardu dan juga sunat.
[Fikh Al-Islami 2/752]
Atau dapat diartikan: Pertukaran Hak Milik: Ini merupakan syarat sah menunaikan zakat dengan susungguhnya dan diberikan kepada penerima-penerimanya (beneficiaries), tidak mencukupi sehingga berlakunya pertukaran hak milik oleh pemberinya. Allah SWT telah berfirman: "berilah zakat", dimana 'pemberian' adalah merupakan 'pertukaran hak milik'. Allah Azza Wajalla menamakan zakat didalam ayat lain sebagai sedeqah: "sesungguhnya bersedeqahlah kepada fuqara'". Di dalam ayat tersebut, huruf "Lam" dalam kalimah 'Lil Fuqara'' memberikan 'maksud pertukaran hak milik'. Imam Al-Syafie mengatakan bahawa huruf "Lam" membawa maksud 'pertukaran hak milik' dengan memberi contoh "Uang ini untuk Zaid". (Liz Zaid, membawa arti 'tukar hak milik kepada Zaid').
Sebagai tambahan, 'pertukaran hak milik' bisa dilihat dalam sebuah hadith:
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab berkata: "Saya sedekahkan kuda ini di jalan Allah kemudian orang yang saya sedekahi tidak memeliharanya dengan baik dan saya sangka ia menjualnya dengan harga murah. Maka saya berkehendak membelinya. Kemudian saya bertanya pada Rasulullah SAW, beliau bersabda :
"Janganlah engkau beli dan jangan ambil kembali lagi sedekahmu walaupun ia memberimu dengan dirham karena orang yang mengambil kembali sedekah seperti anjing yang menelan kembali liurnya". [Muttafaq 'Alaih]
Menurut Dr Zuhaily, dari kalangan mazhab Maliki telah meletakkan 3 syarat yang lain (syarah Al-Risalah), yaitu:
Pengeluaran zakat setelah tiba keperluannya dengan haul atau baik, jika ia mengeluarkan sebelum waktunya, tiadalah perselisihan diantara ulama'.
Membayarnya kepada siapa yang memerlukan dan bukan yang selainnya.
Zakat dari sesuatu barang yang diperlukannya. Dengan kata lain hendaklah dari harta terbaik, hasil usaha yang terbaik dan paling disukainya.
Dan di dalam Enskilopedia Feqh Kuwait telah mengariskan kelima syarat diatas sebagai syarat sah menunaikan zakat.
Sedangkan Sayyid Sabiq, mengatakan bahwa :
"Mustahab dan diharapkan agar berdo'a ketika mengambil zakat darinya." [Fiqh Al-Sunnah, 1/471] Ini berdasarkan dari firman Allah SWT:
"Ambillah (sebahagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), supaya dengannya engkau membersihkan mereka (dari dosa) dan mensucikan mereka (dari akhlak yang buruk) dan doakanlah untuk mereka, karena sesungguhnya doamu itu menjadi ketenteraman bagi mereka dan (ingatlah) Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui". [Al-Taubah:103]
Kemudian mari kita lihat ijab kabul dalam syarat sahnya ibadat zakat.
Maka, menurut mazhab Syafie, sesuatu pemberian hanya sah disertai dengan ijab dan kabul. Tetapi menurut mazhab Hanbali, sesuatu barang yang telah ditetapkan harga dan perbuatan-perbuatannya menunjukkan secara tidak langsung ijab dan kabul.
Ibnu Qudamah didalam Kitab Al-Mughni-nya berkata bahwa menurut pandangan yang lebih sahih perbuatan yang menunjukkan Ijab dan Kabul sudah memadai, dan ia tidak memerlukan lafaz. Inilah qaul (pendapat) yang dipilih oleh Ibnu 'Uqail, karena Nabi SAW pernah memberi hadiah dan diberi hadiah. Baliau juga membagikan dan mendistribusikan sedekah (zakat) dan memerintahkan para sa'ie (pekerja atau petugas dalam perkara zakat) supaya membagi dan mendistribusikannya. RasuluLlah SAW menerima zakat, para sahabat juga berbuat demikian. Tidak ada riwayat daripada mereka tentang wajib ijab dan kabul. [Al-Mughni li Ibnu Qudamah: 6/238]
KESIMPULAN: Tidaklah menjadi syarat sah zakat bagi siapa saja yang mengeluarkan zakat tanpa melakukan lafaz ijab dan kabul. Tetapi, walau bagaimana pun, ijab dan kabul merupakan salah satu qaul dari Mazhab Syafie. Yang paling mustahak ditekankan oleh jumhur ulama', ialah qasad niat menunaikan zakat karena niat dianggap sebagai syarat sah di dalam ibadat zakat sepertimana ibadat-ibadat lain. Begitu juga dengan 'pertukaran hak milik' dimana barang yang telah diberikan sebagai zakat tidak boleh diambil balik ataupun dibeli kembali.
ALlahu a'lam bish-shawab. Contributed by Abu Aufa

No comments: